Kamis, 25 November 2010

PUISI CINTa

503… (Lima Nol Tiga)
Aku menelponmu dan kau tak menjawabnya
403… (Empat Nol Tiga)
Kudatangi rumahmu dan tak seorangpun berkata engkau ada
405… (Empat Nol Lima)
Kutanya namun tak seorangpun orang rumahmu menjawabnya
500… (Lima Ratus)
Adakah engkau ingin kita berdua putus ?
206… (Dua Nol Enam)
Sebab dulu kau hanya mencintaiku di sebagian
hatimu
302… (Tiga Nol Dua)
Saat denganku engkau mencintaiku, saat dengannya aku engkau lupakan
301… (Tiga Nol Satu)
Dan kini rayuannya membuatmu benar-benar melupakanku
404… (Empat Nol Empat)
Hingga tak ada lagi tempat
Di hatimu untukku

abang becak

“Gali Lubang Tutup Lubang” Untuk Mencukupi Kebutuhan

"Sementara jadi tukang becak ya banyak susahnya, senangnya bisa kumpul-kumpul dengan banyak teman, susahnya kalau waktu (menarik) sepi, BBM mahal, pendapatan turun, apalagi sekarang alat komunikasi HP dan sepeda motor sudah banyak, penghasilan tukang becak berkurang.”

Demikian penuturan Taufiq, salah seorang tukang becak yang biasa mangkal di kawasan Perum Griya Indah Jombang.

Pria yang sudah berprofesi sebagai pengayuh becak sejak tahun 1987 ini mengungkapkan, kemajuan teknologi membawa perubahan drastis dalam tata kehidupan manusia. Akses informasi mudah di dapat dan komunikasi mudah dilakukan. Saat ini kemajuan teknologi dan trend di masyarakat telah menciptakan gaya hidup yang serba canggih.

Berbagai inovasi teknologi yang berkembang pesat pada saat ini, secara perlahan membawa dampak bagi para pengayuh becak. Pendapatan abang becak berangsur-angsur surut lantaran minimnya masyarakat yang mempergunakan jasa para pengayuh becak. Penghasilan dari mengayuh becak tak lagi menjanjikan, karena rata-rata pendapatan mereka setiap harinya hanya berkisar Rp. 3.000,- hingga Rp. 5.000,- saja. "Sepinya bukan hanya disini, dimana-mana tempat kondisinya hampir sama,” ungkap pria berputra 2 ini.

Meski hidup dalam penghasilan yang tidak pasti, para tukang becak tetap memilih bertahan dengan profesinya sekarang. Pasalnya untuk menggeluti bidang pekerjaan lain situasinya tidak memungkinkan.

Menurut Taufiq, para tukang becak sedang dalam kondisi yang serba sulit. Lapangan kerja sulit didapat sementara kebutuhan hidup keluarga setiap harinya harus tetap terjaga. Namun, susahnya hidup sebagai pengayuh becak tidak lantas menjadi penyesalan yang berkepanjangan.

Menyiasati minimnya penghasilan dari jasa mengayuh becak, ketua Paguyuban Becak Jombang (PABEJO) ini rela melakukan pekerjaan serabutan di luar profesinya agar mampu mencukupi kebutuhan keluarga. Taufiq mengaku, dirinya seringkali dimintai bantuan tetangga untuk memperbaiki selokan, mengecat rumah dan memperbaiki kerusakan rumah tetangga untuk menambah penghasilan. Selain itu, Taufiq juga memberikan jasa antar jemput beberapa anak sekolah. Dari jasa antar jemput 5 anak sekolah tersebut, ia mendapatkan penghasilan sebanyak Rp. 200 ribu,- setiap bulannya. “Kadang ya disuruh membenahi selokan, ngecat, ya pokoknya pekerjaan apa saja yang penting bisa menambah penghasilan,” tutur Taufiq.

Sebagai tukang becak, penghasilan Taufiq kerap tidak menentu. Tidak jarang, dirinya melakukan tambal sulam agar ekonomi keluarganya dapat tercukupi. Khusus untuk pendidikan dua orang anaknya, Taufik mengaku bersyukur karena masih bisa menyekolahkan anak-anaknya. “Biasanya sih gali lubang tutup lubang, cari pinjaman dulu, kadang-kadang ya kita pinjam ke koperasinya PABEJO,” ungkap dia.

Bagi Taufiq, perkembangan zaman dan pesatnya perkembangan teknologi tidak bisa dielakkan. Merosotnya penghasilan tukang becak karena kemajuan teknologi bukan menjadi alasan utama untuk meninggalkan profesi yang sudah di gelutinya selama puluhan tahun ini. Ia akan tetap mempertahankan becaknya selama belum ada pekerjaan lain yang ia dapatkan. Baginya, becak adalah sumber ekonomi keluarga dan kelanjutan pendidikan 2 anaknya. (Devi)